Pada masa dahulu sebutan wilayah Kandang Wesi atau sekitar Bugbulang sekarang sudah lama ada bahkan disebut sebagai daerah tertua dengan sebutan puseur bumi yang memiliki beberapa keunikan sebuah rahasia (nyireupeun). dalam babad atau sejarah lisan menyebutkan bahwa kandang wesi telah memiliki para ahli ilmu dibidang najum dan kanuragan serta beberapa empu pembuat perkakas.yangdiperkirakan tahun 720 M Wilayahnya dikenal hingga kebeberapa daerah dan sempat menjadi tujuan para raja terlebih dalam mendapatkan pusaka perang sehingga dimasa itu karya para empu berhasil menyebar ke beberapa kerajaan. maka sempat terbentuknya para santana-santana (juru obor) yang berpungsi sebagai penunjuk jalan dalam mengirim persenjataan (cacandrang) dan pasokan perkakas rumah tangga serta alat-alat pertanian. dari perjalanannya sekitar abad IX tidak sedikit para empu yang sengaja berpindah hingga menetap dibeberapa daerah sebagai tukang Panday (pembuat besi).
Di ceritakan Pada awal “Nyamune Asekan” terbukanya daerah kandang wesi yang disilokakan sebagai “Buni Nagara Selop Pandan” diartikan sebuah Negara tersembunyi tanpa kekuasaan atau pada patakonan carita buhun kandang wesi terlahirnya dari ”sakureun” (sepasang) yang bernama Aki Banteng Alas dan Nini Banteng Alas. pada ramalanpun dikenal sebagai “pangeling jaman” menyebutkan jaman yang dibagi menjadi lima bagian diantaranya:
- Jaman Tirta (ditandai tingginya pepohonan mencapai
100 deupa). Digambarkan awal berdirinya dunja sehingga hamparan bumi
banyak digenangi air.
- Jaman Kerta (ditandai tingginya pepohonan mencapai
80 deupa). Terbentuknya daratan dan terlahirnya manusia pertama yang
dikenal sebagai Nabi Adam dan Siti Hawa.
- Jaman Dupara (ditandai tingginya pepohonan mencapai 50 deupa)
- Jaman Kadi (ditandai tingginya pepohonan mencapai 30 deupa)
- Jaman Sanggara (ditandai tingginya pepohonan
mencapai 10 deupa) dilakonkan sebagai awal terjadinya kerusakan bumi
yang menyudahi kehidupan dalam bumi.
Dimasa Kerajaan Pajajaran
Menjelang berdirinya kerajaan pajajaran, kandang wesi adalah salah
satu wilayah yang menjadi bagian kekuasaan pajajaran terutama andil
besar dalam penyediaan perkakas perang serta banyaknya para pemuda yang
menjadi prajurit pajajaran. diperkirakan pada tahun 1413 kandang wesi
pun merupakan wilayah pertama yang mengirimkan sejumlah upeti ke
padjajaran dalam bentuk hasil pertanian.
satu wilayah yang menjadi bagian kekuasaan pajajaran terutama andil
besar dalam penyediaan perkakas perang serta banyaknya para pemuda yang
menjadi prajurit pajajaran. diperkirakan pada tahun 1413 kandang wesi
pun merupakan wilayah pertama yang mengirimkan sejumlah upeti ke
padjajaran dalam bentuk hasil pertanian.
Pada akhir tenggelamnya kekuasaan pajajaran dimana pada naskah babad diceritakan terhadap sejumlah “Ratu Rujuh” diantaranya Cirebon Hilir, Cirebon Girang, Cirebon Tengah, Mataram, Solo, Mekah, Kandangwesi yang dimotori Prabu Borosngora atau diKandangwesi dikenal dengan nama Iwung Bitung dan Haur Cengkup melakukan pertemuan yang digelar di Batu Tujuh
sebuah tempat hutan belantara yang menjorok kearah laut sebelah
selatan. Dalam isi babad Kandangwesi maupun makna silokanya pertemuan
itu bertujuan membahas tentang misi kesundaan dan sikap yang akan
diambil termasuk dalam merahasiahkan beberapa kebendaan. dan isi
ketetapan itu adalah :
sebuah tempat hutan belantara yang menjorok kearah laut sebelah
selatan. Dalam isi babad Kandangwesi maupun makna silokanya pertemuan
itu bertujuan membahas tentang misi kesundaan dan sikap yang akan
diambil termasuk dalam merahasiahkan beberapa kebendaan. dan isi
ketetapan itu adalah :
- Mengembalikan status wilayah Kandangwesi sebagai Bumi Nagara Selop Pandan
Negara tersebunyi tanpa kekuasaan serta sebuah wilayah yang menjadi
tempat berkumpulnya para penguasa kesundaan termasuk dalam penyelamatan
rahasia maupun tujuan akhir pengabdian. - Penyamaran dengan cara mengganti nama mereka serta gelar sebagai tokoh yang pernah berkuasa.
- Menetapakan Panca Kalima sebagai teuteukon hukum Kandangwesi
- Menentukan sepuluh syarat Kesatria Pawestri atau pada ramalan kandangwesi sebagai generasi penerus ; cikal bakal kemunculan Ratu Sunda (rat nusa jawa kabeh)
Peralihan Kejaman Mataram
Tragedy penyusutan kerjaan Padjajaran mengawali beralihnya kemasa
kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Sinopati anak angkat
kesultanan Pajang (sultan hadiwijaya) yang diwaktu itu sebagai kerajaan
pengganti paska terjadinya gejolak yang melumpuhkan kerajaan Demak.
Besar dan berkembangnya kekuasaan Mataram dengan pesat disokong oleh
kekuatan islam yang telah menyebar kebeberapa wilayah Terlebih pengaruh
kasunanan Cirebon dapat dirasakan di Jawa Barat.
kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Sinopati anak angkat
kesultanan Pajang (sultan hadiwijaya) yang diwaktu itu sebagai kerajaan
pengganti paska terjadinya gejolak yang melumpuhkan kerajaan Demak.
Besar dan berkembangnya kekuasaan Mataram dengan pesat disokong oleh
kekuatan islam yang telah menyebar kebeberapa wilayah Terlebih pengaruh
kasunanan Cirebon dapat dirasakan di Jawa Barat.
Maka dalam perluasan wilayahnya sekitar Tahun 1602 sejumlah prajurit dari kesultanan Cirebon masuk ke wilayah KadangWesi sehingga berhasil mendirikanPadaleman Kandangwesi dibawah kepemimpin Prabu Sembah Dalem Drava Yuda yang mengangkat dua kepatihan yaitu Santana Jiwa dan Parana Jiwa. Selama kepemimpinannya Drava Yuda banyak dibantu oleh syeh yang lebih dulu menetap sebagai pandita pertapa yang memiliki julukan Sembah Dalem Sireupeun. kepemimpinan Drava Yuda memerintah selama 50 Tahun (1603-1650) yang kemudian kadipaten Kandangwesi dilanjutkan oleh Hyang Jatuna
bermulanya dari komplik perlawanan Mataram ke batavia maka terjadinya
perpindahan pengiriman upeti yang semula ke Cirebon menjadi ke Sukapura
dengan maksud untuk memudahkan jalur pengiriman dan dari kesetiaannya
maka tertoreh dua kali kandangwesi mendapatkan piagam berupa “Goong”
yang dikenal sebagai Goong Bojoeng. Ditengah situasi tersebut ditambah
mulai masuknya para saudagar belanda yang melirik pembangunan perkebunan
dikandangwesi melumpuhkan pengaruh mataram kebeberapa sector hingga
terputusnya jalur pengiriman upeti ke Sukapura.
perpindahan pengiriman upeti yang semula ke Cirebon menjadi ke Sukapura
dengan maksud untuk memudahkan jalur pengiriman dan dari kesetiaannya
maka tertoreh dua kali kandangwesi mendapatkan piagam berupa “Goong”
yang dikenal sebagai Goong Bojoeng. Ditengah situasi tersebut ditambah
mulai masuknya para saudagar belanda yang melirik pembangunan perkebunan
dikandangwesi melumpuhkan pengaruh mataram kebeberapa sector hingga
terputusnya jalur pengiriman upeti ke Sukapura.
Berdasarkan sumber lain dikatakan pada 24 September 1665 atau bisa juga dimaksudkan sebagai tindaklanjut dari misi terdahulu Prabu Borosngora
maka terulangnya sebuah pertemuan besar yang kali ini diselenggarakan
oleh sejumlah bupati di sekitar Cianjur, Sukabumi dan Garut, mereka
mengadakan musyawarah di Gunung Rompang (bagian dari pegunungan
Beng-breng), Desa Loji, perbatasan antara Ciemas dan Palabuhanratu.
Sejumlah dalem menyempatkan hadir dalam pertemuan tersebut, seperti Sang
Hyang Panai-tan (Adipati Sukawayana), Adipati Lumaju Gede Nyilih dari
Cimapag, Dalem Nalama-ta dari Cipaminglds, Dipati Jayaloka dari Cidamar,
Hyang Jatuna dari Kandangwesi Garut, Dipati Krutuwuna dari
Parakanulu, dan Hyang Manda Agung dari Kerajaan Sancang. Pertemuan itu
menghasilkan kesepakatan, yaitu mengangkat Dalem Cikundul/ Aria Wiratanu Isebagai pemimpin dengan gelar Raja Gagang (Raja Pegunungan). Catatan mengenai Raja Gagang ini tercantum dalam buku De Priangan jilid dua dari Degregister Belanda tertanggal 14 September 1666 Masehi.
“Dalam buku itu diterangkan bahwa Raja Gagang menyerahkan surat kepada
Sersan Scipio, serdadu Belanda yang tengah melakukan pengukuran terhadap
daerah bekas Kerajaan Pajajaran. Isi suratnya menyatakan bahwa kerajaan
pegunungan (Raja Gagang) tidak tunduk kepada siapa pun, Sisi lain sikap
antinya itu yang ditunjukan melalui gerakan persekutuan secara
grilyawan telah menarik simpati sejumlah penguasa yang beberapa diantara
kekuasaannya sudah melemah. setelah peristiwa itu, kiprah Raja Gagang
tidak terdengar lagi. Akan tetapi, baginya, hal itu merupakan bukti
sikap anti dan perlawanan terhadap penjajah.
maka terulangnya sebuah pertemuan besar yang kali ini diselenggarakan
oleh sejumlah bupati di sekitar Cianjur, Sukabumi dan Garut, mereka
mengadakan musyawarah di Gunung Rompang (bagian dari pegunungan
Beng-breng), Desa Loji, perbatasan antara Ciemas dan Palabuhanratu.
Sejumlah dalem menyempatkan hadir dalam pertemuan tersebut, seperti Sang
Hyang Panai-tan (Adipati Sukawayana), Adipati Lumaju Gede Nyilih dari
Cimapag, Dalem Nalama-ta dari Cipaminglds, Dipati Jayaloka dari Cidamar,
Hyang Jatuna dari Kandangwesi Garut, Dipati Krutuwuna dari
Parakanulu, dan Hyang Manda Agung dari Kerajaan Sancang. Pertemuan itu
menghasilkan kesepakatan, yaitu mengangkat Dalem Cikundul/ Aria Wiratanu Isebagai pemimpin dengan gelar Raja Gagang (Raja Pegunungan). Catatan mengenai Raja Gagang ini tercantum dalam buku De Priangan jilid dua dari Degregister Belanda tertanggal 14 September 1666 Masehi.
“Dalam buku itu diterangkan bahwa Raja Gagang menyerahkan surat kepada
Sersan Scipio, serdadu Belanda yang tengah melakukan pengukuran terhadap
daerah bekas Kerajaan Pajajaran. Isi suratnya menyatakan bahwa kerajaan
pegunungan (Raja Gagang) tidak tunduk kepada siapa pun, Sisi lain sikap
antinya itu yang ditunjukan melalui gerakan persekutuan secara
grilyawan telah menarik simpati sejumlah penguasa yang beberapa diantara
kekuasaannya sudah melemah. setelah peristiwa itu, kiprah Raja Gagang
tidak terdengar lagi. Akan tetapi, baginya, hal itu merupakan bukti
sikap anti dan perlawanan terhadap penjajah.
Akhirnya berdasarkan perjanjian VOC dengan Mataram tanggal 5 Oktober 1705,
maka seluruh wilayah Jawa Barat kecuali Banten jatuh ke tangan Kompeni.
Untuk mengawasi dan memimpin bupati-bupati Priangan ini, maka pada
tahun 1706 Gubernur Jenderal VOC Joan van Hoorn (1704-1709) mengangkat Pangeran Arya Cirebon (1706-1723) sebagai opzigter atau Pemangku Wilayah Priangan.
maka seluruh wilayah Jawa Barat kecuali Banten jatuh ke tangan Kompeni.
Untuk mengawasi dan memimpin bupati-bupati Priangan ini, maka pada
tahun 1706 Gubernur Jenderal VOC Joan van Hoorn (1704-1709) mengangkat Pangeran Arya Cirebon (1706-1723) sebagai opzigter atau Pemangku Wilayah Priangan.
Gubernur Jendral VOC menjadikan para Bupati sebagai pelaksana atau agen verplichte leverantie atau agen penyerahan wajib tanaman komoditas perdagangan seperti beras cengkeh, pala, lada, kopi, indigo dan tebu.
Kemudian menetapakan wilayah distrik kandang wesi dengan batas “Pasir Garu”atau 5 Bukit besar sebagai perbatasan distrik
subhanalloh aank muda pecinta sejarah ...
BalasHapus